PENGUAT
GANDENGAN RC
I. TUJUAN
I.1 Tujuan Intruksional Umum
Pada Bab ini menguraikan tentang penguat kapasitor, daerah
frekuensi tinggi untuk penguat satu tahap, tanggapan amplitudo penguat
Common-Emitor, tanggapan amplitudo penguat
JFET satu tahap, dan rangkaian penguat dua tahap dengan gandengan RC.
I.2 Tujuan Intruksional
Khusus
Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
pengaruh kapasitor C1, C2, dan CE pada penguatan di daerah frekuensi rendah dan frekuensi tinggi.
II. PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Sebelum kita membahas tentang
rangkaian penguat gandengan RC, terlebih dahulu kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan rangkaian RC. Rangkaian
RC adalah rangkaian yang didalamnya terdiri dari suatu reisitor R dan kapasitor C.
Gandengan yang menggunakan kapasitor disebut gandengan RC.
Disamping gandengan RC orang juga menggunakan gandengan langsung atau gandengan
DC, dan gandengan transformator. Pada
materi ini hanya akan membahas tentang gandengan RC. Contoh penguat dengan gandengan RC adalah penguat emitor ditanahkan
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1
berikut ini.
GARIS
PUTUS2 BUKAN RANGKAIAN
PENGUAT
GANDENGAN TAPI PENGUAT Biasa
Yag d.gn
Deng itu Rc
Dan Re
Frekuensinya mau di tinggikan atau rendahkan maka
gantikan Rc
Gambar 2.1
Penguat Gandengan RC / satu thap
Pada gambar diatas, Cjc menyatakan
kapasitansi didalam transistor yang timbul pada sambungan antara basis dan
kolektor, oleh karena adanya daerah pengosongan pada sambungan p-n ini.
Kapasitansi Cje menyatakan
kapasitansi yang timbul pada sambungan p-n antara basis dan emitor.
Oleh karena
pengaruh kapasitansi yang ada di dalam penguat, nilai penguatan tegangan Gv
berubah dengan frekuensi. Grafik yang melukiskan
bagaimana penguatan tegangan (biasanya dalam dB) berubah dengan frekuensi
(biasanya dalam skala log) disebut tanggapan amplitudo.
Dibawah ini
adalah contoh dari tanggapan amplitudo suatu penguat.
Gambar 2.1
Tanggapan amplitudo suatu penguat
|
Pada gambar diatas, frekuensi f1 disebut
frekuensi potong bawah, dan frekuensi f2 disebut frekuensi potong
atas. Daerah frekuensi di sekitar f1 dan di bawahnya disebut
frekuensi rendah, sedangkan antara f1 dan f2 tanggapan
amplitudo tak berubah dengan frekuensi. Daerah frekuensi ini disebut daerah
frekuensi tengah. Daerah frekuensi di sekitar dan di atas f2 disebut
daerah frekuensi tinggi.
Pada daerah
frekuensi rendah, penguat berlaku sebagai tapis lolos tinggi dengan f1 adalah
kutub daripada fungsi alih Gy(ÏŽ). Pada daerah frekuensi tinggi, yaitu di
sekitar f2 dan diatasnya penguat berlaku sebagi suatu tapis
lolos rendah. Pada frekuensi tinggi X =
untuk
kapasitansi ini mempunyai nilai yang cukup rendah sehingga harus di
perhitungkan peranannya dalam mengurangi arus isyarat yang masuk kedalam basis
yang akan diperkuat menjadi arus kolektor. Pada daerah frekuensi tinggi
kapasitansi seri seperti C1, C2, dan CE boleh dianggap terhubung singkat.
Pada daerah
frekuensi tengah kapasitansi seri seperti C1, C2, dan CE mempunyai
reaktansi X =
cukup kecil
sehingga dapat dianggap terhubung singkat. Sedang kapasitansi paralel seperti Cje dan Cjc mempunyai
nilai amat kecil, menghasilkan reaktansi amat tinggi sehingga dapat dianggap
terbuka atau tidak terpasang. Akibatnya pada daerah frekuensi tengah tidak ada
komponen reaktif, sehingga tanggapan amplitudo menjadi tidak bergantung pada
frekuensi (datar).
B. Daerah Frekuensi Rendah untuk Penguat Satu Tahap.
Tanggapan amplitudo pada daerah frekuensi rendah dipengaruhi
oleh kapasitansi yang seri dengan arus isyarat, yaitu kapasitor penggandeng C1 dan C2 serta
kapasitor pintas emitor CE.. Pengaruh kapasitor penggandeng C1 dan C2 berkaitan
dengan pengaruh kapasitor pintas emitor CE..
1. Pengaruh Kapasitor Penggandeng.
Pada bagian ini pengaruh kapasitor pintas emitor CE. tidak
diperhatikan. Kita anggap CE. mempunyai nilai sangat besar, sehingga nilai
reaktansi
amat kecil, atau CE. dapat dianggap terhubung
singkat.
Dibawah ini
adalah gambar rangkaian penguat dan rangkaian setaranya.
(a) (b)
Gambar 2.3
Rangkaian penguat (a) dan rangkaian setaranya (b)
2. Pengaruh Kapasitor Pintas Emitor.
Kita anggap sekarang pengaruh kapasitor penggandeng kita
abaikan (kita anggap terhubung singkat), dan hanya memperhatikan pengaruh
kapasitor pintas emitor. Hal ini dapat berarti bahwa frekuensi patah oleh kutub
pada fungsi alih oleh kapasitor penggandeng adalah jauh di bawah frekuensi
patah oleh kapasitor pintas emitor CE.
Untuk keadaan ini rangkaian setara penguat dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.4
Rangkaian setara penguat
C. Daerah
Frekuensi Tinggi untuk Penguat Satu Tahap
1. Kapasitansi Sambungan p-n
Pada daerah frekuensi tinggi reaktansi kapasitansi sambungan
antara basis dan kolektor serta antara basis dan emitor mempunyai nilai yang
tak terlalu tinggi, sehingga menyimpangkan arus isyarat dari basis. Ini
mengakibatkan tegangan isyarat keluaran menjadi berkurang untuk frekuensi yang
makin tinggi.
Kapasitansi sambungan p-n antara
basis dan kolektor, yang kita sebut Cjc, terjadi
oleh karena adanya lapisan pengosongan pada sambungan p-n itu dimana tak ada
pembawa muatan bebas. Didalam daerah pengosongan
terdapat medan listrik, sehingga daerah ini berupa kapasitor yang berisi
muatan. Oleh karena sambungan p-n berada pada tegangan mundur, maka daerah
pengosongannya lebar, sehingga kapasitansinya kecil. Sebetulnya nilai
kapasitansi Cjc bergantung
pada beda potensial antara basis kolektor. Sambungan p-n antara basis dan
emitor berada dalam keadaan tegangan panjar maju, sehingga daerah
pengosongannya lebih sempit, dan kapasitansi sambungan, yaitu Cje, lebih besar daripada Cjc.
Pada frekuensi tinggi kapasitansi sambungan Cje berpengaruh pada keadaan tegangan
mundur waktu hambatan dioda besar. Pada frekuensi tinggi X =
sehingga dalam keadaan tegangan panjar mundur terjadi
bocoran melalui Cje. Dioda
pada tegangan mundur dapat dinyatakan sebagai kapasitor yang nilai
kapasitansinya dapat diatur dengan tegang panjar.
Dioda yang khusus untuk maksud ini disebut dioda varaktor
atau dioda varikap. Antara basis dan emitor ada kapasitansi lain lagi yang
terjadi, yaitu yang disebut kapasitansi difusi (Cd). Kapasitansi difusi ini
terjadi oleh karena basis ada dalam keadaan tegangan maju terhadap emitor,
sehingga banyak pembawa muatan bebas dari emitor yang ada dalam basis dalam
perjalanan ke kolektor.
Sebagian dari pembawa muatan ini terkumpul pada bagian basis,
membentuk muatan tersimpan. Muatan simpanan ini akan menarik arus dari
rangkaian tegangan panjar basis, sehingga dalam basis akan terkumpul dua macam
muatan yang berlawanan. Secara efektif terbentuklah suatu kapasitansi yang
disebut kapasitansi difusi (Cd). Secara
efektif kapasitansi difusi ini paralel dengan kapasitansi sambungan emitor (Cje)dan membentuk kapasitansi total Cje + Cd yang kita
sebut C1. Jadi C1 = Cje + Cd.
Antara basis dan kolektor tak terjadi kapasitansi difusi oleh
karena sambungan p-n ini tidak berada dalam tegangan maju. Adanya muatan
simpanan ini berpengaruh besar pada penggunaan transistor sebagai saklar yaitu
mempengaruhi barapa cepat tegangan keluaran dapat berubah. Ini berarti adanya
muatan simpanan ini juga membatasi operasi rangkaian logika yang mengguanakan
transistor dwikutub yaitu TTL atau transistor logik.
2. Rangkaian Setara Hibrida
Agar dapat melakukan perhitungan pada rangkaian elektronik
yang mengandung transistor, orang menggunkan rangkaian setara untuk transistor.
Rangkaian setara yang dibahas disini adalah rangkaian setara isyarat kecil,
yang berlaku untuk isyarat dengan perubahan yang jauh lebih kecil daripada
nilai arus dan tegangan pada keadaan q sehingga dapat digunakan hambatan
isyarat kecil pada keadaan q.
Ada beberapa
macam rangkaian setara isyarat kecil untuk transistor, yaitu rangkaian setara T, Z, Y, dan rangkaian setara parameter
(-h), dan rangkaian setara hibrida (-Ï€ ).
Dalam rangkaian setara isyarat kecil, suatu baterai atau catu daya dc
dapat digantikan dengan hambatan dalamnya, atau dipandang sebagai terhubung
singkat, oleh karenanya hambatan dalamnya sangat kecil.
Untuk frekuensi tinggi rangkaian setara parameter –h tidak
digunakan orang karena parameternya re, rb dan rc tak mudah dari sisi statik transistor. Ini terutama disebabkan dalam rangkaian parameter –h
kita tidak dapat memasang kapasitansi Cjc dan C1, oleh karena kapasitansi ini menghubungkan kolektor
dan emitor dengan bagian tengah basis.
Untuk frekuensi tinggi orang menggunakan rangkaian setara
hibrida -Ï€ untuk transistor dwikutub.
Rangkaian setara ini merupakan modifikasi rangkaian setara –T.
Rangkaian setara T untuk transistor pada penguat basis dan
emitor yang ditanahkan adalah sebagai berikut.
Gambar 2.5
Rangkaian setara untuk basis yang ditanahkan, (a) untuk daerah frekuensi
tengah; (b) untuk daerah frekuensi tinggi
Untuk penguat emitor yang ditanahkan masukkan dihubungkan dengan rb, dan sumber arus harus
dinyatakan terhadap arus masukan, ib,
seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.65
Rangkaian setara untuk basis yang ditanahkan, (a) untuk daerah frekuensi
tengah; (b) untuk daerah frekuensi tinggi
Pada rangkaian setara –T
,re merupakan hambatan isyarat kecil untuk
sambungan p-n antara emitor dan basis yang mendapat tegangan maju, sehingga re mempunyai nilai re =
. Parameter rb adalah
hambatan melintang dalam basis, dengan titik b’ kira-kira ditengah basis dan rb mempunyai nilai rb ≈ 300 Ω . Parameter rc adalah
hambatan isyarat kecil untuk sambungan p-n antara basis dan kolektor yang mendapatkan tegangan panjar mundur, sehingga mempunyai
nilai rc ≈ 1 M Ω .
Besaran α ie merupakan
suatu sumber arus tetap, dengan α sebagai penguatan arus, α =
. Untuk transistor basis ditanahkan, α mempunyai nilai
antara 0,99 – 0,998.
Pada penguat emitor ditanahkan isyarat masuk melalui basis
dan emitor dihubungkan dengan tanah, sedangkan keluaran diambil dari kolektor.
Penguat emitor ditanhkan mempunyai impedansi masukan
kali lebih besar dari pada penguat basis ditanhkan,
dan impedansi keluaran transistor (1-α )
lebih kecil dari pada penguat basis ditanahkan. Impedansi masukan yang tak
terlelu besar dan impedansi keluaran yang tak terlalu kecil membuat penguat
emitor ditanahkan sangat baik digandengkan dalam beberapa tahap tanpa banyak
ketaksesuaian impedansi pada alih tegangan dari satu tahap ketahap berikutnya.
3. Frekuensi Potong –β dan fÏ„
Untuk dapat menentukan frekuensi potong atas pada tanggapan
amplitudo penguat, kita perlu tahu C1 dan Cjc. Kapasitansi Cjc biasanya ada disebutkan pada lembaran data transistor.
Namun tidak demikian halnya dengan kapasitansi C1. Lembaran
data transistor biasanya menyebutkan suatu frekuensi yang disebut fτ, yaitu
frekuensi untuk mana β = 1. Oleh karena pengaruh C1 dan Cjc penguatan arus
β akan berubah dengan frekuensi.
Dibawah ini adalah gambar dari tanggapan frekuensi β
Î’ (d
β)
Î’o
0
f β fτ f(log)
Gambar
tanggapan frekuensi β
Frekuensi patah fβ disebut frekuensi potong β
dan fτ adalah nilai frekuensi dimana
β = 0 db atau β = 1; fτ disebut frekuensi transisi.
Dari nilai fτ dan Cjc yang
dibaca dari lembaran data transistor kita dapat menghitung C1. Hubungan
antara fτ dan C1 dapat diperoleh dengan pemikiran sebagai berikut.
Untuk mendapatkan bagaimana β berubah dengan frekuensi keluaran pada rangkaian
serta hibrida -Ï€ kita hubungkan singkat.
4.Tanggapan Amplitudo Penguat Common-Emitor.
Untuk
seluruh daerah frekuensi cukup kita perhatikan adanya satu frekuensi potong
bawah f1 dan satu frekuensi potong atas f2. Frekuensi
potong bawah f1 disebabkan oleh kapasitor pintas emitor, dan frekuensi
potong atas f2 disebabkan oleh kapasitansi antara basis emitor C1 serta
kapasitansi basis kolektor Cjc.
D. Tanggapan Amplitudo Penguat JFET Satu Tahap
JFET terbuat dari bahan semikonduktor p
dan n . transistor mempunyai tiga buah
kaki yaitu penguras (drain-D), pintu (gate-G) dan sumber (source-S). Arus
penguras (D) melalui satu macam bahan semikonduktor jenis-n. Daerah yang
dilengkapi dengan pintu disebut saluran. JFET yang ditunjukkan mempunyai saluran-n. Pada saluran-n pembawa
muatan yang bergerak adalah elektron bebas, sehingga penguras haruslah
dihubungkan dengan kutub positif baterai, setelah melalui suatu hambatan.
Dibawah ini adalah gambar dari struktur transistor JFET
D
saluran
G p p
n
S
Pembawa
muatan bebas (elektron) berasal dari sumber mengalir kepenguras. Maka
untuk saluran-n arah arus listrik
(yaitu arah gerak muatan positif) adalah dari pengurus (D) ke sumber (S).
JFET bekerja atas dasar pengaturan lebar saluran
oleh daerah pengosongan yang terjadi pada sambungan p-n antara gerbang dan
saluran.
Berikut ini
adalah contoh dari lambang JFET saluran –n dan JFET saluran –p
D
penguras D
G G
pintu
S sumber S
(a) JFET saluran
–n (b) JFET
saluran -p
Daerah pengosongan adalah
daerah disekitar sambungan p-n dimana tak ada pembawa muatan bebas. Daerah
pengosongan terjadi oleh karena elektron dari bahan-n menyebrang sambungan p-n,
dan masuk kedalam daerah –p dan lubang dari daerah –p berdifusi masuk kedalam
daerah –n. Karena itu sebelah-n menjadi bermuatan positif dan sebelah –p
menjadi bermuatan negatif, sehingga pada sambungan p-n terbentuk medan listrik
dan juga beda potensial. Adanya medan listrik ini menahan kelanjutan peristiwa
difusi, sehingga disebelah menyebelah sambungan terjadi daerah pengosongan
dimana tak ada pembawa muatan bebas. Lebar daerah pengosongan dapat diatur oleh
besar tegangan mundur yang dipasang pada sambungan. Makin besar tegangan
mundur, makin tebal daerah pengosongan yang terjadi.
Rangkaian penguat JFET biasanya
dapat digambarkan seperti pada gambar
berikut.
Gambar
rangkaian penguat JFET
Kapasitor C1, C2 dan Cs terhubung seri dengan arus isyarat. Ketiga kapasitor
ini berpengaruh pada daerah frekuensi rendah. Seperti halnya transistor
dwikutub, pada transitor FET juga ada
kapasitansi yang paralel dengan isyarat, yaitu kapasitansi antara pintu dan
penguras (Cgd) serta antara pintu dan sumber (Cgs). Kedua
kapasitansi ini akan berpengaruh pada daerah frekuensi tinggi.
1. Daerah
Frekuensi Tinggi
Untuk daerah frekuensi tinggi reaktansi Xc =
kapasitansi
seri mempunyai nilai amat kecil dibandingkan dengan hambatan yang berhubungan
dengan kapasitansi ini, sehingga dapat dianggap terhubung singkat. Sebaliknya
terjadi dengan kapasitansi paralel seperti. Cdg dan Cgs.
2. Daerah
Frekuensi Tengah
Pada frekuensi tengah, reaktansi Xc =
masih
mempunyai reaktansi terlalu besar, oleh karena Cdg dan Cgs. Memunyai
nilai dalam orde pF.
3. Daerah
Frekuensi Rendah
Untuk daerah frekuensi rendah ada tiga buah kapasitor yang
berpengaruh, yaitu kapasitor gandengan C1, C2, dan
kapasitor pintas emitor Cs. Kapasitor
penggandeng berhadapan dengan hambatan
yang amat tinggi dan kapasitor penggandeng berhadapan dengan hambatan yang
cukup tinggi.
Yaitu :
Rsh =
Pada
frekuensi tengah, reaktansi Xc =
masih mempunyai
reaktansi yang terlalu besar. Oleh karena Cgd dan Cgs mempunyai nilai dalam orde pF.
Akibat
kedua kapasitor ini dapat dibuat memberikan frekuensi patah tanggapan amplitudo
pada nilai frekuensi amat rendah. Seperti halnya pada transistor dwikutub,
kapasitor Cs harus
mempunyai nilai besar agar frekuensi patah pada tanggapan amplitudo yang
disebabkan oleh Cs menjadi cukup rendah.
4. Daerah Frekuensi Atas.
Pada daerah
frekuensi tinggi, kapasitansi yang berpengaruh adalah kapasitansi paralel,
yaitu kapasitansi antara pintu dan penguras Cgd dan antara pintu dan sumber Cgs. Kapasitansi sering
juga disebut Ciss dan
kapasitansi Cgd disebut Crss.
E. Rangkaian
Penguat Dua Tahap dengan Gandengan RC
Suatu
penguat transistor dwikutub dua tahap dengan gandengan RC seperti pada gambar
berikut.
Jum8 uu u
Gambar Transistor penguat dwikutub dua tahap.
Frekuensi Tengah
Pada daerah
frekuensi tengah kapasitansi yang seri dengan arus isyarat, yaitu C1, C2, C3, CE1 dan CE2 dapat dianggap terhubung singkat, dan kapasitansi
yang paralel dengan arus isyarat seperti kapasitansi antara basis kolektor Cjc , dan kapasitansi antara basis emitor Cd + Cjc dapat dianggap terbuka.
IV. KESIMPULAN
Daftar
Pustaka
Sutrisno,
1985.Elektronika 2 Teori dan Penerapannya.ITB,
Bandung
Malvino, 1,
Prinsip-Prinsip Elektronik (edisi
Terjemahan),Erlangga:Jakarta